F-TRANS.BLOGSPOT.COM, BERAU - Setiap daerah pasti punya sejarah, terutama nama-nama kawasan tertentu. Demikian pula dengan nama-nama pul...
F-TRANS.BLOGSPOT.COM, BERAU - Setiap daerah pasti punya sejarah, terutama nama-nama kawasan tertentu.
Demikian pula dengan nama-nama pulau di Kabupaten Berau. Sebagian nama-nama pulau itu kini tak lagi asing di telinga.
derawan
Salah satu kawasan yang dicadangkan dalam Taman Pesisir Kepulauan Derawan, di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur. (GEAFRY NECOLSEN )
Meski mungkin banyak orang yang belum pernah singgah ke Pulau Derawan, Semama, Maratua, Sangalaki, Kakaban yang ada di Kabupaten Berau, Kalimantan Timur, namun mereka sudah pernah mendengar namanya. Apalagi nama Pulau Derawan.
Penamaan sebuah tempat biasanya berdasarkan ciri-ciri tertentu, atau peristiwa besar yang pernah terjadi, bisa juga dari nama seorang tokoh yang terkenal. Tapi tidak jarang, nama-nama itu diperoleh dari mitos warga setempat.
Nama Pulau Derawan sendiri berasal dari sebuah mitos romantis, tidak jelas siapa yang yang pertama kali mengisahkan kisah sedih itu.
Pertama kali saya mendengar kisah ini dari Ahmad Rifai yang saat itu menjabat sebagai Wakil Bupati Berau.
Meski selalu memasang wajah serius, Ahmad Rifai tak jarang melontarkan humor atau kisah-kisah menarik lainnya untuk menghindari ketegangan dalam rapat-rapat yang dipimpinnya.
Dalam sebuah acara kedinasan bertema wisata, Rifai pernah bercerita tentang asal-usul nama Pulau Derawan.
Meski ada beberapa baris cerita yang sama tentang sejarah nama Pulau Derawan, namun saat searching di internet, anda tidak akan menemukan kisah selengkap versi Ahmad Rifai. Kalau tidak salah, cerita ini disampaikannya pada tahun 2012 lalu.
“Dulu, ada dua keluarga yang akan melangsungkan pernikahan di Pulau Panjang,” kata Rifai mengawali kisah itu.
Bak seorang pendongeng, Rifai sesekali mengangkat tangannya untuk memperagakan bagaimana sebuah keluarga berkumpul sebelum berlayar menuju Pulau Panjang.
“Semua anggota keluarga dikumpulkan, kapal disiapkan, layar dinaikkan,” ujarnya seraya menggerakkan tangan seperti orang sedang menarik tali ke bawah.
Pasangan yang akan menikah itu tinggal di pulau berbeda, namun mereka sepakat untuk melangsungkan pernikahan di Pulau Panjang.
“Jadi keluarga laki-laki bersama ibunya bersiap-siap berangkat, demikian juga keluarga mempelai wanita mengajak ibu dan kakak lelakinya sebagai wali nikah,” kata Rifai dengan wajah serius.
Di tengah perjalanan yang maha luas mereka bertemu di suatu jalur. Namun tak lama setelah itu, angin kecang dan ombak besar mengombang-ambingkan kapal. “Yang di atas kapal ini berteriak-teriak ketakutan,” katanya lagi.
Ombak yang tinggi dan angin kencang itu akhirnya mendorong kapal-kapal itu ke sebuah karang.
“Kapalnya pecah, penumpangnya tenggelam. Anak perawan yang mau menikah tadi, akhirnya menjadi Pulau Derawan (perawan), ibunya berubah menjadi Pulau Semama (mama) dan kakaknya berubah menjadi Pulau Kakaban (kakak),” tuturnya.
Seluruh anggota keluarga itu pun berubah menjadi pulau, termasuk calon mempelai pria yang berubah menjadi Pulau Sangalaki (laki-laki), sementara calon mertua mempelai wanita dalam kisah tadi menjadi Pulau Maratua (Mertua).
“Tapi itu hanya cerita masyarakat saja, kita tahu pulau itu terbentuk dari peristiwa geologis ribuan atau jutaan tahun lalu,” kata Rifai mengakhiri cerita itu.
Saya cukup beruntung, karena saya bisa mengunjungi semua pulau yang ada dalam kisah itu, kecuali Pulau Panjang. Tidak ada yang bersedia mengantar saya ke pulau itu, karena menurut warga, pulau itu kelewat angker.
Dari Pulau Derawan ke Pulau Semama, dilanjutkan ke Pulau Sangalaki, Kakaban dan tujuan terakhir saya ke Pulau Maratua, pulau favorit saya.