SUBHANALLAH, GADIS YANG MASIH 8 TAHUN INI JADI TULANG PUNGGUNG KELUARGANYA Gadis mungil itu terlihat sibuk. Mengurus dagangan yang diba...
SUBHANALLAH, GADIS YANG MASIH 8 TAHUN INI JADI TULANG PUNGGUNG KELUARGANYA
Gadis mungil itu terlihat sibuk. Mengurus dagangan yang dibawa dalam gerobak dorong yang sudah butut. Tangannya cekatan. Melayani gadis sebaya yang sudah meriung untuk jajan dagangannya.
Dialah Fatima. Gadis delapan tahun yang tengah membanting tulang untuk keluarganya. Jerih payah itu dia lakukan untuk menafkahi keluarga yang terdiri dari ayah beserta dua istri, serta kelima saudaranya.
Di luar pagar sekolah di wilayah Herat, Afghanistan, itulah Fatima berjuang untuk menghidupi keluarga. Es krim menjadi dagangan andalan untuk mendapatkan uang.
“Satu-satunya mimpi terbesar saya adalah memiliki uang, sehingga tidak perlu bekerja lagi dan bisa bersekolah dan belajar seperti gadis lainnya,” tutur Fatima dikutip Dream dari Emirates 24l7, Selasa 11 November 2014.
Fatima memang tak bersekolah. Saban hari dia harus menjajakan dagangan di jalanan. Dia sudah harus mendorong gerobak yang penuh dengan es krim sejak pukul tujuh pagi. Dia baru bisa pulang pukul empat sore.
“Ketika saya menjual es krim di depan sekolah dan melihat gadis lain masuk [sekolah], tertawa dan bahagia, saya sunguh berharap bisa bersekolah juga,” tambah dia.
Fatima hanya mendapat beberapa dolar saja dari penjualan es krim itu. Dan semuanya diserahkan untuk keluarga, untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari yang hanya berupa sayur, nasi, atau roti.
Pekerjaan Fatima tak habis di jalanan. Sesampai di rumah, dia masih harus merawat sang ayah, Ab Zahid, yang lumpuh. Dia harus mengurus ayahnya berpindah tempat, dari kursi roda ke tempat tidur atau sebaliknya.
Fatima benar-benar menjadi andalan keluarga. Sang ayah hanya bisa beraktivitas di atas kursi roda ataupun berbaring saja. Beberapa tahun lalu, saat bekerja di sekitar Iran, peluru sniper atau penembak jitu menembus kakinya.
Oleh karena itu, kehidupan keluarga ini menjadi sangat memprihatinkan. Untuk tinggal saja, mereka hanya mampu menyewa tempat sempit berkamar dua. Ruangan mungil itu dihuni oleh keluarga yang terdiri dari satu ayah, dua ibu, serta enam anak perempuan.
Pekerjaan itu sungguh berat bagi Fatima. Yang semakin membuat pilu, Fatimah tak mampu makan es krim yang sehari-hari dia jual. Sebab, dia tak punya cukup uang untuk menebusnya. “Saya tidak suka menjadi miskin,” tutur Fatima.
Gadis mungil itu terlihat sibuk. Mengurus dagangan yang dibawa dalam gerobak dorong yang sudah butut. Tangannya cekatan. Melayani gadis sebaya yang sudah meriung untuk jajan dagangannya.
Dialah Fatima. Gadis delapan tahun yang tengah membanting tulang untuk keluarganya. Jerih payah itu dia lakukan untuk menafkahi keluarga yang terdiri dari ayah beserta dua istri, serta kelima saudaranya.
Di luar pagar sekolah di wilayah Herat, Afghanistan, itulah Fatima berjuang untuk menghidupi keluarga. Es krim menjadi dagangan andalan untuk mendapatkan uang.
“Satu-satunya mimpi terbesar saya adalah memiliki uang, sehingga tidak perlu bekerja lagi dan bisa bersekolah dan belajar seperti gadis lainnya,” tutur Fatima dikutip Dream dari Emirates 24l7, Selasa 11 November 2014.
Fatima memang tak bersekolah. Saban hari dia harus menjajakan dagangan di jalanan. Dia sudah harus mendorong gerobak yang penuh dengan es krim sejak pukul tujuh pagi. Dia baru bisa pulang pukul empat sore.
“Ketika saya menjual es krim di depan sekolah dan melihat gadis lain masuk [sekolah], tertawa dan bahagia, saya sunguh berharap bisa bersekolah juga,” tambah dia.
Fatima hanya mendapat beberapa dolar saja dari penjualan es krim itu. Dan semuanya diserahkan untuk keluarga, untuk memenuhi kebutuhan makan sehari-hari yang hanya berupa sayur, nasi, atau roti.
Pekerjaan Fatima tak habis di jalanan. Sesampai di rumah, dia masih harus merawat sang ayah, Ab Zahid, yang lumpuh. Dia harus mengurus ayahnya berpindah tempat, dari kursi roda ke tempat tidur atau sebaliknya.
Fatima benar-benar menjadi andalan keluarga. Sang ayah hanya bisa beraktivitas di atas kursi roda ataupun berbaring saja. Beberapa tahun lalu, saat bekerja di sekitar Iran, peluru sniper atau penembak jitu menembus kakinya.
Oleh karena itu, kehidupan keluarga ini menjadi sangat memprihatinkan. Untuk tinggal saja, mereka hanya mampu menyewa tempat sempit berkamar dua. Ruangan mungil itu dihuni oleh keluarga yang terdiri dari satu ayah, dua ibu, serta enam anak perempuan.
Pekerjaan itu sungguh berat bagi Fatima. Yang semakin membuat pilu, Fatimah tak mampu makan es krim yang sehari-hari dia jual. Sebab, dia tak punya cukup uang untuk menebusnya. “Saya tidak suka menjadi miskin,” tutur Fatima.